Anggota Komisi IX DPR RI Nurhayati Effendy menekankan pentingnya kolaborasi dalam upaya penanganan kasus stunting di Kota Tasikmalaya. Tidak kalah pentingnya adalah memastikan asupan makanan bergizi, menjalankan pola hidup sehat, dan sanitasi bersih.
Hal itu disampaikan Nurhayati saat jadi narasumber kegiatan Promosi dan KIE Percepatan Penurunan Stunting Wilayah Khusus di GOR Kelurahan Bantarsari, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, Jumat (5/7/2024).
“Insyaallah, stunting bisa kita selesaikan, asal yang berkepentingan maupun masyarakat semua berkolaborasi. Kita sama-sama, bahu-membahu untuk terus menekan prevalensi stunting”, kata Nurhayati.
Dia menegaskan, penanganan stunting harus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat, lingkungan rumah bersih, perhatikan sanitasi, menggunakan air bersih sehari-hari. Upaya-upaya tersebut merupakan salah satu bentuk intervensi sensitif dalam percepatan penurunan stunting. Percepatan penurunan prevalensi stunting juga dilakukan melalui intervensi spesifik.
Pesan lainnya dengan menerapkan intervensi spesifik yakni, selalu memerhatikan aspek asupan makanan, kesehatan. Setelah lahiran misalnya, bayi berikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif hingga enam bulan. Ibunya perhatikan makanan bergizi. Lalu perhatian berikutnya dengan mengoptimalkan 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
“Kalau di sini banyak yang stunting, lihat pola makannya. Biasanya pola makan ibu-ibu ini, terutama anak-anak gadis, senang makanan-makanan banyak mengandung garam, gula, dan lemak. Ini harus dikurangi karena tiga makanan ini bisa mengakibatkan banyak penyakit tidak menular yang mematikan”, beber Nurhayati.
Baru Turun 0,1%
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengajak warga Kota Tasikmalaya untuk membangun keluarga berkualitas. Predikat itu bisa diraih melalui perencanaan kelahiran. Bagi Nurhayati, lebih baik memiliki dua anak daripada banyak anak tapi tidak terurus.
Di akhir sesi beri materi, Nurhayati mengungkapkan, target nasional penurunan stunting pada 2023 sebesar 17 persen untuk kemudian menjadi 14 persen pada 2024. Pada kenyataan, pada 2023 masih di posisi 21,5 persen atau hanya turun 0,1 persen.
“Di beberapa daerah yang kami lihat, yang kami suka datangi itu malah stunting sekarang meningkat. Nah, ini ada apa? Apakah lantaran aspek nilai asupan makanannya yang banyak tidak bergizi atau apa? Bisa jadi kebiasaan senang konsumsi makanan-makanan yang justru mengandung zat-zat berbahaya,” ungkap Nurhayati.***