BANDUNG– Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf Macan Effendi menyebut fenomena money politics menjadi isu penting reformasi kepemiluan.
“Hasil diskusi dengan masyarakat ditemukan fakta bahwa fenomena money politics banyak dipengaruhi oleh pragmatisme dalam Pilkades,” ujar Dede Yusuf saat sosialisasi partisipasi pengawasan pemilu di Ciparay, Kabupaten Bandung, Jum’at (12/9/2025).
Pemilihan kepala desa (Pilkades), kata Dede Yusuf, adalah pesta demokrasi paling bawah di masyarakat. Dalam sejarahnya, Pilkades adalah cikal bakal demokratisasi di Indonesia.
“Namun belakangan ini citra Pilkades ini jadi tidak baik karena kental pragmatisme,” kata wakil ketua umum Partai Demokrat ini.

Di daerah industri, lanjutnya, ada calon kepala desa yang bisa menghabiskan anggaran 2-3 miliar. Berbanding jauh dengan sejarah awal proses demokratisasi di awal terbentuknya desa.
“Saya juga kaget ada masyarakat yang menyebut seorang kepala desa bisa habiskan 10 miliar,” ungkap wakil gubernur Jabar periode 2008-2013 ini.
“Ini tentu sangat menyedihkan,” kata Dede Yusuf. Mental masyarakat jadi rusak. Pada akhirnya berekses pada penyelenggaraan pemilu, termasuk Pilkada.
“Masyarakat ada kecenderungan mau memilih calon yang hanya menyebar amplop. Inilah yang harus menjadi perhatian kita semua,” tegas Dede Yusuf.
Sosialisasi pengawasan partisipasi pemilu diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bandung. Turut hadir dan jadi pembicara, antara lain, Ketua Bawaslu Jabar Zacky Muhammad Zam Zam.
Hadir juga Saeful Bachri, anggota DPRD Jabar. Berikutnya Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung M. Hailuki. Acara berlangsung hangat dengan sejumlah pertanyaan dari peserta. Termasuk soal praktik politik uang. (adb)