Bebas Depresi karena Mengerti Literasi Finansial

0
211

KAB BANDUNG, Balejabar.com – Di sebuah balai desa sederhana di Desa Cinanggela, Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung, tampak sekelompok ibu rumah tangga duduk melingkar dengan pena dan kertas di tangan. Mereka belajar cara mencatat pengeluaran rumah tangga dan memahami risiko meminjam dari lembaga keuangan ilegal.

Sebuah pemandangan yang tak biasa. Namun inilah kenyataan baru yang sedang dibangun di Cinanggela, Pacet—desa yang perlahan mulai bangkit dari krisis keuangan akibat rendahnya literasi finansial.

Akar Masalah: Minimnya Pengetahuan, Banyaknya Jeratan

Desa Cinanggela selama ini menghadapi tantangan besar dalam hal pengelolaan keuangan. Dengan mayoritas warganya bekerja sebagai buruh tani dan pelaku usaha informal, perencanaan keuangan bukanlah sesuatu yang lazim dibicarakan.

“Banyak warga dulu pinjam ke rentenir karena dianggap cepat dan gampang. Tapi akhirnya terjerat bunga tinggi,” ungkap Dadan, seorang tokoh desa setempat.

Ketidaktahuan tentang produk keuangan resmi, rendahnya akses informasi, hingga ketiadaan edukasi dari lembaga keuangan menjadi penyebab utama masyarakat mudah terjebak pada pinjaman online ilegal atau “bank emok” yang memberlakukan sistem tanggung renteng.

Akibatnya, tak hanya ekonomi keluarga yang terguncang, tapi juga relasi sosial antarwarga ikut retak. Banyak kasus perselisihan antaranggota kelompok karena tunggakan pinjaman satu orang menimbulkan beban bagi seluruh anggota kelompok.

Dari Masalah ke Gerakan Bersama

Menjawab kondisi tersebut, pemerintah desa bersama tokoh masyarakat mulai menginisiasi edukasi keuangan berbasis komunitas. Pelatihan diadakan rutin, mengajarkan cara membuat anggaran rumah tangga, membedakan pinjaman legal dan ilegal, hingga memperkenalkan layanan keuangan digital secara bertahap.

“Awalnya bingung dan malu belajar soal uang. Tapi ternyata ini penting. Sekarang saya bisa nabung meski cuma Rp5.000 sehari,” kata Ny Nani, seorang peserta pelatihan yang kini menjadi penggerak kelompok belajar keuangan.

Selain pelatihan, desa juga mulai menggandeng lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan lokal, dan perguruan tinggi untuk mengadakan penyuluhan, mendirikan agen Laku Pandai, dan mendampingi UMKM lokal dalam mengelola keuangan usahanya.

Langkah kecil ini memberi dampak besar. Banyak keluarga kini lebih sadar pentingnya menyisihkan uang, menjauhi pinjaman cepat tanpa jaminan, dan mulai menata usaha kecil mereka secara perlahan.

Harapan dari Halaman Desa

Program literasi keuangan ini bukan hanya soal angka dan catatan. Bagi warga Cinanggela, ini adalah jalan untuk bebas dari tekanan ekonomi dan sosial yang selama ini membelenggu.

“Banyak ibu-ibu dulu sering menangis karena utang. Sekarang, mereka justru jadi pemandu pelatihan keuangan,” ujar Ny Aisyah, kader desa yang turut menggerakkan program ini.

Meski tantangan masih besar—seperti keterbatasan infrastruktur, sinyal internet lemah, dan budaya konsumtif yang masih kuat—semangat warga dan dukungan komunitas menjadi modal utama perubahan.

Desa Cinanggela hari ini sedang membuktikan bahwa kebebasan dari depresi ekonomi bisa dimulai dari pemahaman yang sederhana: mengelola uang dengan bijak, mengenal produk keuangan yang aman, dan belajar bersama dalam komunitas yang saling mendukung.

Satu catatan kecil tentang keuangan hari ini, bisa jadi pijakan besar untuk masa depan yang lebih tenang.*** by Ai Halimah

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here